Struktur Social dan Pola
Kepemimpinan Masyarakat Tradisional Minangkabau
A.
Struktur
social masyarakat tradisional
Minangkabau
1. Berdasarkan
garis keturunan (Matrilineal)
a) Suku
b) Kampong
c) Kaum
d) Paruik
e) Jurai
f) Mande
2. Berdasarkan
tingkat keaslian
a) Urang
asa/ voluntir/panaruko/pionir/urang lantak nagari
b) Urang
datang/pendatang belakangan setelah daerah baru di buka oleh panaruko : orang
pendatang ini terbagi 2 yaitu pendatang yang memaki modal sendiri dan para
pendatang yang mengaku mamak pada orang asa (panaruko yang telah mempunyai
harta puasaka)
3. Berdasarkan
hubungan mamak dengan kemenakan
a) Kemenakan
di bawah daguak
b) Kemenakan
di bawah dado
c) Kemenakan
di bawah paruik/pusek
d) Kemenakan
di bawah lutuik
B.
Pola
kepemimpinan
Secara
makro masyarakat Minangkabau mengenal Lareh
1. Koto
piliang : bersifat aristokrasi / top down/ dengan semboyan adat “titiak dari
ateh”
2. Bodi
caniago: bersifat demokratis / bottom up/ dengan semboyan adat “mambasuak dari
bumi”.
3. Lareh
nan panjang : yaitu kelarasan campuran di mana masyarakatnya tidak secara murni
menjalankan salah satu di antara dua kelarasan yang ada.
C.
Struktur
kepemimpinan tradisional masyarakat
Minangkabau
1. Di
tingkat Nagari (tungku tigo sajarangan)
a) Ninik
mamak
b) Alim
ulama : Imam, Khatib, Bilal, Khadi
c) Cadiak
pandai
Landasan
adatnya (tali tigo sapilin)
a)
Adat
b)
Undang-undang
c)
Syara’
2.
Tingkat suku
Ninik
mamak atau disebut “orang ampek jiniah”
a)
Panghulu/ datuak : dalam urusan adat
b)
Manti : menjalankan adat & syara’
c)
Malin/ imam: dalam urusan agama, ibadah
& akhlak masyarakat
d)
Dubalang : menjaga kesatuan dan keamanan
nagari
D.
Keterangan
v Dalam
pola kepemimpinan konklusi pengambilan keputusan “ bulek lah dapek digolongkan,
picak lah dapek dilayangkan” .
v Dalam
masyarakat Minangkabau memang menganut system eksogami suku namun juga endogamy
nagari, hal ini terlihata jelas dalam semboyan hidup “ dari pado lapeh ka
urang, rancak ka awak” jika terjadi
perkawinan yang berbeda asal nagari maka sebelum pernikahan pasangan tersebut
akan membayar denda atau yang lebih di kenal sebagai “uang lompek paga” walaupun
bayaran ini tidak mahal, namun secara konstruksi social telah ada sanksi social
berupa denda apabila melakukan pernikahan dengan orang yang berasal dari luar nagari asal.
Referensi:
Materi perkuliahan Masyarakat
dan Kebudayaan Minangkabau membahas “perkembangan Etnik Minangkabau” bersama : Drs. Emizal Amri, M.Pd., M. Si & Drs. Gusraredi. Tgl 3/10/2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar